Sejatinya, Mahasiswa Bukan Hanya sebagai Pengamat
Foto: miarkaimagination.wordpress. com
Kampus Merah Politeknik APP terkecoh oleh sistem. Legalitas sistem yang diragukan menjadi perdebatan, antara Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA). Kurangnya pengetahuan mahasiswa antara kedua sistem tersebut membuat Keluarga Mahasiswa Manajemen Industri (KMMI) Kampus Merah seperti layaknya kaum ortodoks.
Dalam garis besarnya BEM adalah organisasi mahasiswa intra kampus yang merupakan lembaga eksekutif di tingkat universitas atau institut dan berada atas naungan institut tersebut. Dalam melaksanakan program-programnya, umumnya BEM memiliki beberapa departemen. Organisasi mahasiswa intra kampus selain BEM, adalah senat mahasiswa, unit kegiatan mahasiswa, dan himpunan mahasiswa jurusan. Ada atau tidaknya masing-masing, bergantung pada perkembangan dinamika mahasiswa di setiap kampus. Namun, sampai saat ini masyarakat KMMI menekankan legalitasnya sebagai DEMA dan menentang keras ketidaksetaraan seperti masyarakat zaman feodal.
Dalam hakikatnya, peran mahasiswa dalam sistem DEMA bagai seorang pembelajar dan bagian masyarakat. Pun mahasiswa memiliki peran yang kompleks dan menyeluruh, peran - peran tersebut dikelompokkan dalam tiga fungsi: Agent of Change, Social Control dan Iron Stock. Dengan fungsi tersebut, tentu saja tidak dapat dipungkiri bagaimana peran besar yang diemban mahasiswa untuk mewujudkan perubahan bangsa.
Ide dan pemikiran cerdas seorang mahasiswa mampu merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan menjadikannya terarah sesuai kepentingan bersama. Sikap kritis mahasiswa sering membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten menjadi gerah dan cemas. Kemudian ada satu hal yang menjadi kebanggaan mahasiswa, yaitu semangat membara untuk melakukan sebuah perubahan.
Sebagai agen perubahan, mahasiswa Kampus Merah tidaklah bertindak sebagai pahlawan yang datang ke sebuah negeri lalu dengan gagahnya sang pahlawan mengusir penjahat-penjahat yang merajalela, dan dengan gagah pula sang pahlawan pergi dari daerah tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat.
Mahasiswa Kampus Merah bukan hanya sekedar agen perubahan seperti pahlawan tersebut, mahasiswa Kampus Merah sepantasnya menjadi agen pemberdayaan setelah perubahan yang berperan dalam pembangunan fisik dan non fisik sebuah bangsa yang kemudian ditunjang dengan fungsi mahasiswa selanjutnya yaitu social control, kontrol budaya, kontrol masyarakat, dan kontrol individu sehingga menutup celah-celah adanya kezaliman dari pihak Akademik.
Mahasiswa Kampus Merah bukan sebagai pengamat dalam konteks ini, namun mahasiswa Kampus Merah juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat KMMI. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa Kampus Merah merupakan bagian dari masyarakat KMMI. Idealnya, mahasiswa Kampus Merah menjadi panutan dalam masyarakat KMMI, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berpikirnya.
Namun, kenyataan di lapangan berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa Kampus Merah cenderung hanya mendalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan dan sedikit sekali diantaranya yang berkontak dengan masyarakat KMMI. Meski memang ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program-program pengabdian masyarakat.
Dalam perbedaan ini sulit dibedakan di manakah posisi KMMI atau sistem DEMA dalam Kampus Merah. Legalitas yang tersurat dan karakter yang tersirat dalam sistem ini tak ayal dapat menjadi contoh perbandingan.
(bgrynt)

Komentar
Posting Komentar